BPK Ungkap Harga Gas Tinggi Karena di Hulu Sudah Mahal

0
254
Share on Facebook
Tweet on Twitter

Jakarta, www.geoenergi.co.id – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan biaya eksploitasi gas bumi di Indonesia cukup tinggi. Hal inilah yang menyebabkan tingginya harga gas bumi di hulu dan ujungnya memberatkan industri dalam negeri.

“Kamu tahu tidak yang membuat harga gas bumi mahal adalah biaya eksploitasi yang tinggi sekali di Indonesia dibanding negara lain,” kata Anggota BPK Achsanul Qasasi di Jakarta, Rabu (21/9).

Menurutnya, biaya eksploitasi minyak dan gas bumi (migas) yang tinggi menyebabkan ongkos produksi pun menjadi mahal. Alhasil harga gas di Indonesia tinggi sekali yang memang memberatkan industri.

“Biaya eksploitasi migas di Indonesia itu mencapai US$ 47 per barel padahal negara tetangga saja bisa tuh US$ 15 per barel,” jelasnya.

Selain biaya eksploitasi tersebut, sumur-sumur yang sudah tua, tambah Achsanul juga membuat bisnis tersebut menjadi tidak menarik. Belum lagi, menurut Achsanul banyak trader-trader yang mengambil untung tinggi dari bisnis gas bumi.

“Struktur biaya eksploitasi harus dibenahi. Sehingga hulu bisa murah karena 90 persen harga gas itu ditentukan dari hulu-nya. Belum lagi masalah trader yang berbisnis di sini jadinya rantai bisnis ini tidak efisien,” tuturnya.

Pemerintah, sambung Achsanul harus turun tangan mengatasi masalah gas. Harus ada insentif bagi para investor untuk tertarik di bisnis eksploitasi gas.

“SKK Migas harus berikan jaminan untuk bagaimana pebisnis tertarik di eksploitasi gas,” katanya.

Seperti diketahui, industri dalam negeri mengeluhkan tingginya harga gas bumi yang mereka beli. Apalagi bila dibandingkan dengan harga gas di negara tetangga harganya jauh lebih mahal di Indonesia.

Menurut data Kementerian Perindustrian, harga gas bumi di Singapura hanya sekitar US$ 4,5 per juta British thermal unit (MMBTU), Malaysia US$ 4,47 per MMBTU, dan Filipina US$ 5,43 per MMBTU.

Sebenarnya, selain permainan calo gas, harga gas bumi di Indonesia memang sudah mahal dari asalnya alias dari hulu yang diproduksi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Berdasarkan data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dikutip media, harga jual gas bumi sejumlah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sudah cukup tinggi yakni berkisar US$ 5-8 per MMBTU. Gas tersebut disalurkan oleh perusahaan yang mengelola pipa transportasi sampai distribusi hingga sampai ke pelanggan termasuk industri.

Berikut daftar harga gas hulu dari KKKS sebelum sampai ke industri:
1. Conocophillips (Pekanbaru) US$ 7,04 per MMBTU
2. Conocophillips (Sumatera Selatan dan Jawa Barat) US$ 5,44 per MMBTU
3. Ellipse (Jawa Barat) US$ 6,75 per MMBTU
4. Lapindo (Jawa Timur) US$ 7,649 per MMBTU
5. Pertamina EP Benggala (Medan) US$ 8,49 per MMBTU
6. Pertamina EP Sunyaragi (Cirebon) US$ 7,5 per MMBTU
7. Pertamina EP Pangkalan Susu (Medan) US$ 8,48 per MMBTU
8. Pertamina Hulu Energi (PHE) WMO (Jawa Timur) US$ 7,99 per MMBTU
9. Santos (Jawa Timur) US$ 5,79 per MMBTU
10. Lapangan Jambi Merang (Batam) US$ 6,47 per MMBTU

Bila membandingkan dengan harga gas bumi dengan negara tetangga, terlihat jelas bahwa harga gas di Indonesia sejak di hulu saja sudah lebih mahal dibanding harga hilir di Singapura, Malaysia dan Filipina. Untuk mengalirkan gas dari hulu ke konsumen menggunakan pipa transmisi (biaya angkut nya ditetapkan pemerintah) dan pipa distribusi gas bumi yang panjangnya berkilo-kilo meter hingga sampai ke industri. Tidak mengherankan, harga gas untuk industri di Indonesia berkisar US$ 9 – 10 per MMBTU.

Apalagi, dalam prakteknya selain sudah mahal di hulu pasokan gas bumi tersebut harus melalui trader gas bertingkat, yang menjual alokasi gas tanpa memiliki infrastruktur gas, seperti yang terjadi di Sumatera Utara, Jawa Barat dan Jawa Timur. Hal ini membuat harga gas industri menjadi lebih mahal.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, salah satu penyebab tingginya harga gas industri dikarenakan harga jual gas di tingkat hulu atau kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sudah cukup tinggi. (Pam)

LEAVE A REPLY