Sarasehan Migas Non Konvensional di Indonesia

0
495
Share on Facebook
Tweet on Twitter
foto: istimewa

Jakarta, www.geoenergi.co.id – Untuk mengembangkan migas non konvensional, Kementerian ESDM cq. Ditjen Migas akan menyelenggarakan Sarasehan Migas Non Konvensional dengan tema “Masa Depan Migas Non Konvensional Indonesia” di Hotel Savoy Homann, Bandung, Jumat (18/11) mendatang. Acara ini rencananya akan dihadiri oleh Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, Dirjen Migas IGN Wiratmaja Puja, SKK Migas dan stakeholder.

Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas, Tunggal, mengatakan, sarasehan dimaksudkan sebagai sarana diskusi untuk memperoleh masukan dari pelaku bisnis dan mencari terobosan untuk menyikapi pengembangan migas non konvensional yang ada saat ini.

“Output dari seminar yang diharapkan adalah munculnya solusi baik ide dan gagaran untuk memecahkan berbagai hambatan dalam pengembangan migas non konvensional,” tambahnya.

Sumber daya migas non konvensional di Indonesia cukup menjanjikan, di mana cadangan shale gas sebesar 574,07 TCF dan CBM 453,3 TCF. Pengembangan migas non konvensional memiliki karakteristik yang berbeda dengan konvensional di mana keberhasilan eksplorasi menjadi salah satu kunci sukses utama. Pada migas non konvensional karena sumber daya alam sudah teridentifikasi, isu utamanya adalah apakah cukup ekonomis memproduksikan akumulasi lapisan tersebut. Aplikasi teknologi perekahan (fracturing) dan pemboran horizontal yang umum digunakan pada sumur migas konvensional merupakan terobosan dalam rangka memproduksikan akumulasi migas non konvensional.

Migas non konvensional yang telah berhasil dikembangkan salah satunya di Amerika Serikat (AS) sejak tahun 2006 di mana produksi shale gas meningkat luar biasa yang berakibat pada turunnya harga gas. Sementara untuk minyak non konvensional, tambahan pasokan berasal dari shale/tight oil di Amerika Serikat dan oil sand/tar sand di Kanada. Keberhasilan ini membuat kedua negara tersebut diperkirakan menjadi salah satu dari 5 besar produsen minyak dunia.

Minyak dan gas bumi non konvensional di Indonesia baru dikembangkan pada tahun 2008 dengan penandatanganan WK Sekayu. Hingga tahun 2016, telah ditandatangani 54 kontrak CBM dan 6 kontrak shale gas. Namun pengembangan migas non konvensional belum menunjukkan perkembangan yang berarti, bahkan cenderung stagnan karena rendahnya pemenuhan komitmen pasti. Sebanyak 6 WK CBM telah diterminasi karena tidak melakukan komitmen pasti, 6 WK CBM sedang dalam proses terminasi dan 6 lainnya berpotensi akan diterminasi karena rendahnya komitmen pasti.

Secara umum, migas non konvensional memerlukan pembiayaan yang tinggi karena memerlukan jumlah sumur yang banyak. Tantangan terhadap teknologi pengembangan migas non konvensional juga masih banyak, terutama dengan karakteristik lapangan yang berbeda-beda. Di sisi lain, untuk mendorong pengembangan migas non konvensional, Pemerintah telah mengeluarkan Permen ESDM Nomor 38 Tahun 2015 tentang Percepatan Pengusahaan Migas Non Konvensional. Tujuan aturan ini adalah memberikan kesempatan pada kontraktor migas non konvensional yang benar-benar berniat mengembangkan lapangannya dengan memberikan kelonggaran dalam pengembangan lapangan. (Pam)

LEAVE A REPLY