Perselisihan Ketenagakerjaan Chevron dengan SPNCI Semakin Panas

0
491
Share on Facebook
Tweet on Twitter
foto: istimewa

Jakarta, www.geoenergi.co.id – Proses divestasi Chevron Geothermal Indonesia (CGI) dan Chevron Geothermal Salak (CGS) sudah memasuki tahap akhir, tetapi permasalahan ketenagakerjaan di internal Chevron belum juga menemukan hasil akhir. Bahkan perselisihan antara Serikat Pekerja Nasional Chevron Indonesia (SPNCI) dengan Chevron Indonesia semakin panas.

“SPNCI telah didorong oleh sebagian besar pekerja untuk melakukan demonstrasi dan mogok massal. Hal ini diwujudkan dengan penandatanganan surat dukungan bermaterai oleh pekerja. Kondisi ini telah dilaporkan pada Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia untuk mendapatkan rekomendasi dalam menyelesaikan kondisi perselisihan perusahaan dan pekerja yang semakin meruncing,” ungkap Indra Kurniawan, Ketua Umum SPNCI melalui siaran persnya, Jumat (9/12/2016).

Indra menambahkan bahwa pemerintah sendiri telah melakukan langkah aktif untuk meredam kekisruhan yang terjadi dengan beberapa kali memanggil SPNCI dan Chevron Indonesia untuk proses audiensi. Hal ini dilakukan untuk memahami dan mengevaluasi perselisihan yang terjadi. Sebagai tidak lanjut proses mediasi, mediasi resmi pertama akan dilakukan pada tanggal 13 Desember 2016. SPNCI sangat menghargai langkah yang telah dilakukan regulator tertinggi dalam urusan ketenagakerjaan di negeri ini. SPNCI berharap dengan hadirnya Pemerintah dalam permasalahan ketenagakerjaan yang membelit Chevron Indonesia dan SPNCI.

“SPNCI berharap rekomendasi yang dihasilkan nantinya tidak hanya memenuhi aspek normatif namun juga mengedepankan aspek keharmonisan antara pekerja dan perusahaan. Pihak Kemenaker sendiri menyarankan agar SPNCI dapat menahan rencana demontrasi dan mogok massal dan tetap mengedepankan penyelesaian bipartit ataupun tripartit,” kata Indra.

Diingatkan oleh Indra, keharmonisan hubungan pekerja dengan perusahaan akan menguntungkan bagi pemilik baru CGI dan CGS ke depan. Sebaliknya ketidakharmonisan pekerja dan perusahaan dapat berimplikasi pada penurunan produktifitas CGI dan CGS di tangan pemilik baru.

SPNCI berharap proses penyelesaian perselisihan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dapat dihindarkan dengan proses tripartit yang telah dimulai. “Penyelesaian perselisihan di PHI akan menghabiskan waktu, tenaga dan biaya di kedua belah pihak dan bisa mempengaruhi produktifitas pekerja dan perusahaan,” jelas Indra.

Beberapa waktu lalu, Chevron Indonesia telah memulai proses divestasi Chevron Geothermal Indonesia (CGI) dan Chevron Geothermal Salak (CGS) sejak Februari 2016. Kedua perusahaan tersebut membawahi Area Eksploitasi Geothermal di Gunung Darajat, Garut dan Gunung Salak, Sukabumi, dengan produksi listrik total sekitar 650 MW. Sebagai bagian dari proses pengambilalihan kepemilikan CGI dan CGS, sekitar 600 pekerja Geothermal akan mengalami dampak langsung dan tidak langsung yang berkaitan dengan kemaslahatan pekerja maupun kepastian masa depannya.

Proses komunikasi antara SPNCI yang mewakili pihak pekerja nasional dengan Chevron Indonesia telah dilakukan selama kurun waktu 9 bulan. Namun komunikasi berlangsung alot dikarenakan ketidakinginan perusahaan melakukan negosiasi atas usulan- usulan pekerja, seperti yang telah diajukan SPNCI.

“Perusahaan menganggap tidak ada negosiasi yang perlu dilakukan atas hal‐hal yang menyangkut ketenagakerjaan terkait proses divestasi yang sedang berjalan. Perusahaan lebih memilih mengedepankan aspek hukum dari pada aspek keharmonisan antara pekerja dengan perusahaan,” tutup Indra.

LEAVE A REPLY