Pemerintah Akan Segera Perbaiki Tata Niaga Gas

0
177
Share on Facebook
Tweet on Twitter
foto: istimewa

Jakarta, geoenergi. co.id – Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan menegaskan bahwa saat ini pemerintah terus berkomitmen untuk memberantas keberadaan perantara penjualan gas yang menguasai atau ternyata memiliki alokasi gas dari pemerintah.

“Kita bertahap itu mau habisin. Ya nggak bisa dong, masak dia punya gas, tapi tidak punya pipa. Nggak punya pipa tapi punya gas, nggak begitu. Kita mau basmi,” kata Luhut, di Istana Negara, hari Kamis (29/12).

Luhut mencontohkan, salah satu ulah dari perantara penjual gas ini yang membuat industri di Medan, Sumatera Utara harus membayar gas bumi lebih mahal daripada yang seharusnya. Berdasarkan data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Di Medan, ada sekitar 45 industri besar yang membeli gas bumi sebesar US$ 12,22 per MMBTU. Berikut rincian harga gas di Industri khususnya di Medan:

Pertama, pasokan gas ke industri di Medan terbagi atas dua sumber yakni dari LNG dari Kilang LNG Bontang, Kalimantan Timur dan Sumut pipa gas dari Pertamina EP di Sumatera. Untuk sumber pertama dari LNG Bontang, LNG tersebut merupakan alokasi gas yang ditetapkan Kementerian ESDM dan SKK Migas untuk industri di Medan. Harganya US$ 7,8 per MMBTU. Hampir 63% komposisi harga gas ke industri di Medan berasal dari harga gas di hulu. Artinya harga gas bumi ke industri sejak awal sudah mahal.

Kedua, LNG dari Bontang tersebut kemudian diregasifikasi di Terminal Regasifikasi Arun, Lhokseumawe, Aceh. Biaya proses regasifikasi atau menjadikan gas alam cair jadi gas bumi dikenakan US$ 1,5 per MMBTU. Lalu ditambah dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yakni US$ 0,15 per MMBTU, jadi total US$ 1,65 per MMBTU.

Ketiga, gas bumi dari Terminal Regasifikasi Arun diangkut melalui pipa trasmisi Arun-Belawan milik PT Pertamina Gas (Pertagas) sepanjang 350 km. Pertagas mengenakan biaya angkut gas sebesar US$ 2,53 per MMBTU dan ditambah PPN sebesar US$ 0,25 per MMBTU, sehingga total US$ 2,78 per MMBTU.

Keempat, setelah dari Pertagas, gas bumi tersebut harus melalui ‘keran’ perusahaan perantara penjual gas. Masalahnya perusahaan ini tidak memiliki fasilitas pipa sama sekali. Perusahaan perantara penjual gas itu tak bermodal fasilitas ini memungut biaya margin sebesar US$ 0,3 per MMBTU. Lalu, perantara penjual gas tak bermodal ini mengenakan lagi biaya yang namanya Gross Heating Value (GHV) Losses sebesar US$ 0,33 per MMBTU.

Tak cukup sampai disitu, perantara penjual gas tak bermodal ini juga mengenakan Own Used & Boil Off Gas (BOG) sebesar US$ 0,65 per MMBTU serta Cost of Money sebesar US$ 0,27 per MMBTU. Total, trader tak bermodal tersebut memungut US$ 1,55 per MMBTU.

Lalu, sumber gas dari produksi Pertamina EP dikenakan US$ 8,24 per MMBTU, kemudian diangkut melalui pipa transmisi gas bumi Pangkalan Susu-Wampu yang dikelola Pertagas dengan biaya US$ 0,92 per MMBTU termasuk pajak.

Dengan dua sumber gas tersebut dicampur menjadi satu, lalu dibagi volume gas masing-masing pasokan, maka harga rata-rata gas bumi sebelum dibeli oleh PGN sebesar US$ 10,87 per MMBTU. Kemudian oleh PGN diteruskan ke pelanggan industrinya dengan biaya yang dikenakan US$ 1,35 per MMBTU. Sehingga ujungnya industri-industri di Medan membeli gas bumi dengan harga US$ 12,22 per MMBTU.

“Seperti kata Presiden, itu pemain middle-middle, trader-trader dikurangi itu yang tidak diperlukan, supaya harga gas bisa turun. Masak di Medan itu harga gas hampir $14. Gak benar itu,” ungkapnya. (pam)

LEAVE A REPLY