Menepis Galau Di PEP Rantau

0
67
Share on Facebook
Tweet on Twitter

www.geoenergi.co.id – Hingga kini belum ada yang mampu dengan jitu mengalkulasi bila krisis harga crude dunia akan berlalu. Turbulensi kondisi pasar harga minyak mentah yang melorot sejak medio 2014, itu telah menimbulkan kegalauan para perencana investasi dan pengendali operasi bisnis hulu industri migas. Banyak korporasi melakukan rekalkulasi dan rasionalisasi tingkat investasi serta memotong biaya operasi. Hal tersebut terpaksa harus ditempuh agar kinerja perusahaan tak rapuh, mampu bertahan, dan sedapatnya tumbuh berkelanjutan.

Beban keadaan di atas semakin berat pada manajemen PT. Pertamina EP (PEP) karena sebagian besar aset yang dikelolanya merupakan ladang tua dengan kondisi reservoir yang sudah depleated. Galibnya lapangan sepuh, berbagai kendala mendera, misalnya: penurunan produksi secara alami (natural declain rate), pipa selubung yang digerogoti kerosif akut atau keropos, fasilitas pompa sudah tua, unplanning shutdown, kebocoran jalur pipa, dan sebagainya merupakan menu keseharian pada asset produksi migas yang dikelola PEP. Untuk keluar dari kondisi, tersebut diperlukan ketelatenan sumber daya manusia (SDM) dalam berinovasi serta kreatif mencari berbagai terobosan, agar stabilitas tingkat produksi tetap terjaga. Upaya-upaya semacam, itu secara terpadu dilakukan oleh PEP Aset 1, Rantau Field.

“Rantau Field bertekad untuk mempertahankan produksi dengan derajat efisiensi super ketat. Langkah tersebut, kami lakukan melalui berbagai terobosan dan inovasi operasi,” ujar Richard Muthalib, Rantau Field Manager beberapa waktu lalu seperti dikutip di laman Pertamina.

Menurut Muthalib, pemotongan anggaran biaya produksi sangat memengaruhi kinerja Rantau Field secara ke seluruh sepanjang 2-3 tahun terakhir. Meski demikian, potensi kinerja positif Rantau Field terpancar dari pencapaian produksi selama Triwulan (TW)-I/2017 ini. “Periode TW-I/2017, kami meraih produksi minyak sebesar 2.444,735 barel minyak per hari (BOPD), atau 115% dari target RKAP-2017 dan produksi gas 3,836 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD), setara dengan 131% terhadap target RKAP-2017,” papar Muthalib.

Lebih lanjut Muthalib menjelaskan bahwa keberhasilan tersebut diraih melalui beberapa kebijakan, di antaranya melakukan evaluasi lapisan-lapisan batuan reservoir, lain yang selama ini dianggap tidak potensial, seperti Lapisan Z-400B. Lapisan Z-400B selama ini dianggap tidak prospek karena tipis dengan ketebalan 1.5 – 2 m, ternyata setelah dievaluasi kembali secara komprehensif menghasilkan minyak sebanyak 100 s/d 240 BOPD per-sumur. Hal tersebut terbukti di 4 sumur yang sudah dikerjakan selama Triwulan-I/2017, yaitu lokasi P-361, P-415, P-417, dan P-423.

“Total produksi yang diperoleh dari Lapisan Z-400B di keempat sumur tersebut adalah 667 BOPD dengan rata-rata kadar air 0-5% per sumur. Capaian tersebut, jauh di atas target awal 110 BOPD,” terang Muthalib menyiratkan rasa syukurnya. Menurut Muthalib, manajemen Rantau Field pada Triwulan-II/2017, ini akan mengembangkan lagi Lapisan Z-400B, di sumur R-150. “Kami mengharapkan pada lokasi R-150 tersebut, juga menghasilkan produksi yang sama dengan 4 sumur sebelumnya,” imbuh Muthalib.

Di samping itu, penambahan produksi diharapkan akan didapat juga dari pengembangan lapangan-lapangan yang selama ini dianggap marginal field, yaitu Struktur Prapen dan Kuala Dalam. Rencana pengembangan kedua struktur tersebut akan dilaksanakan secara terintegrasi dengan cara melakukan pressure maintenance dan pembangunan fasilitas water treatment and injection plant (WTIP) khusus. “Selain menambah fasilitas WTIP, dilakukan juga aktivitas well intervention berupa reparasi serta reopening 8 sumur produksi dan 3 sumur injeksi. Lewat kegiatan ini diharapkan kenaikan produksi awal sebesar 140 BOPD dan akan terus meningkat seiring dengan respon dari injeksi pressure maintenance,” urai Muthalib.

Dalam RK 2017, ini Rantau Field merencanakan pengeboran 2 sumur baru, yaitu lokasi Rantau (RNT)-AA dan RNT-SZ19. Sumur RNT-AA atau P-450, merupakan sumur monitor produksi EOR Z-600 Blok A2. Lokasi ini, selesai dibor pada 5 Maret 2017 lalu, dengan kedalaman akhir 917 m. Sumur P-450 tersebut mulai berproduksi pada 6 Maret 2017, sebesar 72 BOPD (kadar air/KA 36%). Sementara sumur RNT-SZ19 ditajak pada 9 April 2017 sebagai Sumur P-451. Rencana kedalaman akhir 510 m, dengan target utama Lapisan Z-400 (150 BOPD. Di samping target lapisan prospek lainnya, yakni Lapisan Z-380, Z-420, dan Z-430. “Pada tahun ini kami juga merencanakan akan mengaktifkan kembali 31 sumur suspended, yang terdiri dari: Struktur Rantau 18 sumur, Struktur Kuala Simpang Barat 6 sumur, Struktur Kuala Dalam 6 sumur, dan Struktur Kuala Simpang Timur 1 sumur. Dari kegiatan reaktivasi tersebut diharapkan akan memperoleh gain produksi sebesar 675 BOPD,” aku Muthalib menggelar rencananya.

Komitmen Rantau Field dalam melestarikan lingkungan, dapat dilihat lewat penambahan kapasitas fasilitas WTIP dari 20.000 barel air per hari (BWPD) menjadi 30.000 BWPD. “Banyaknya rencana kerja sumuran pada 2017, akan meningkatkan air terproduksi. Karena itu, diperlukan langkah-langkah antisipatif supaya air yang terproduksikan, tersebut dapat diiinjeksikan kembali ke dalam reservoir (zero discharge). Hal, itu merupakan bagian dari komitmen Rantau Field dalam menjalankan operasi yang ramah lingkungan,” tutur Muthalib.

Rantau Field dengan asset utama Struktur Rantau merupakan ladang tua yang telah dikelola jauh sebelum Indonesia merdeka. Pengeboran sumur pertama di Struktur Rantau adalah Sumur Rantau (R)-1 pada 1928. Lapangan ini mulai diproduksikan secara komersial pada Februari 1929 dengan hasil 856 BOPD di kedalaman 340 meter. Lapangan Rantau adalah salah satu ladang raksasa penghasil minyak bumi di Indonesia. “Puncak produksi Lapangan Rantau dicapai pada 1969, sebesar 46.000 BOPD,” pungkas Muthalib menutup perbincangan.

LEAVE A REPLY