Indonesia Mampu Produksi Nikel Sebanyak Empat Juta Ton Tahun 2020

0
177
Share on Facebook
Tweet on Twitter
foto: istimewa

Kendari, geoenrgi.co.id – Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan di Kendari, Sulawesi Tenggara, beberapa hari lalu menyampaikan, Indonesia menargetkan mampu memproduksi nikel sebanyak empat juta ton pada tahun 2020 atau berkontribusi sebesar 10 persen untuk memenuhi kebutuhan dunia sebanyak 40 juta ton per tahun.

“Kami optimistis, karena Indonesia memiliki 32 titik proyek pemurnian dan pengolahan nikel yang tersebar dibeberapa kawasan industri, antara laindi Konawe, Kolaka, Pulau Obi, Halmahera dan Morowali,” sebutnya. Saat ini, pemasok terbanyak nikel untuk kebutuhan dunia adalahTiongkok yang juga sebagai pengimpor ore maupun bahan setengah jadi dari negara lain, termasuk Indonesia.

Di kawasan Indonesia Timur, menurut Putu, tengah difokuskan pengembangan industri berbasis smelter khususnya berbasis bijih nikel dan stainless steel. Salah satunya, Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah.Kawasan ini memiliki lahan seluas 2.000 hektar yang ditargetkan akan menarik investasi sebesar USD6 miliar atau setara Rp78 triliun, serta menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 20 ribu orang dan tidak langsung sekitar 80 ribu orang.

Kemudian, Kawasan Industri Bantaeng memiliki luas 3.000 hektare yang diperkirakan akan menarikinvestasi sebesar USD 5 miliar atau setara Rp 55 triliun, dengan Harbour Group bertindak sebagaiinvestor. Sedangkan, untuk Kawasan Industri Konawe, diprediksi akan menarik investasi sebanyak Rp 28triliun. Bertindak sebagai anchor industry di kawasan ini adalah Virtue Dragon Nickel Industry, dengan penyerapan tenaga kerja sekitar 18 ribu orang.

“Berkembangnya industri smelter di dalam negeri,selain mampu mendorong perekonomian nasional, diharapkan juga dapat memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat sekitar,” tutur Putu. Untuk itu, diperlukan kemitraan strategis di antara pemangku kepentingan guna membawa kemajuan bersama. “Interaksi ini mulai dari para pelaku industri, tenaga kerja hingga pemerintah,” imbuhnya.

Menurut Putu, langkah hilirisasi juga merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, yang pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2015 tentang Sumber Daya Industri. Dalam peraturan tersebut, diatur mengenai pemanfaatan sumber daya alam secara efisien,ramah lingkungan, dan berkelanjutan.

Selanjutnya, pelarangan atau pembatasan ekspor sumber daya alam dalam rangka peningkatan nilai tambah Industri guna pendalaman dan penguatan struktur Industri dalam negeri, serta jaminan ketersediaan dan penyaluran sumber daya alam untuk Industri dalam negeri. (pam)

LEAVE A REPLY