Perusahaan Migas Tingkatkan Investasi Teknologi Digital untuk Efisiensi Biaya Operasional

0
85
Share on Facebook
Tweet on Twitter
(Ka-Ki) Mark Teoh, Managing Director, Resources Operating Group dan Neneng Goenadi, Country Managing Director, Accenture Indonesia

Jakarta, www.geoenergi.co.id – Hampir dua pertiga perusahaan pengolahan minyak dan gas bumi berencana dalam tiga hingga lima tahun ke depan untuk meningkatkan investasi teknologi digital mereka, walaupun transformasi digital belumlah menjadi faktor investasi utama untuk perusahaan pengolah minyak. Demikian hasil penelitian baru Accenture (NYSE: ACN).

Riset Accenture Connected Refinery melibatkan lebih dari 200 eksekutif, pemimpin dan insinyur di perusahaan minyak dan gas bumi di seluruh dunia, termasuk di Asia Tenggara. Riset ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden (57 persen) mengatakan bahwa secara keseluruhan tingkat investasi digital mereka saat ini secara umum lebih besar (bahkan secara signifikan) dibandingkan 12 bulan yang lalu.

Riset Accenture

Sementara belanja modal di bidang ini terus meningkat, namun hanya 19% dari perusahaan minyak dan gas bumi yang telah menilai aspek digital sebagai satu dari tiga prioritas investasi utama mereka dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas pertambangan minyak selama tiga tahun ke depan.

Ketika diminta untuk mengidentifikasi manfaat-manfaat terpenting dari teknologi digital, para responden paling sering menyebutkan manfaat peningkatan efektifitas pengelolaan pabrik (63 persen responden), pengurangan risiko operasional (59 persen) dan peningkatan efektivitas perawatan prediktif (54 persen). Pengurangan biaya operasional paling sering muncul sebagai tiga prioritas bisnis terbesar yang paling mungkin mendorong investasi digital di perusahaan minyak dan gas bumi, sebagaimana disampaikan oleh 39 persen dari responden. Akan tetapi, hambatan yang paling sering dihadapi dalam reformasi digital adalah investasi yang cukup rendah, layaknya dikutip oleh 50 persen responden.

Country Managing Director Accenture Indonesia, Neneng Goenadi, di Jakarta, Rabu (2/8) mengatakan “Meskipun ada tantangan dalam pelaksanaan transformasi digital di industri minyak dan gas bumi, namun perusahaan yang telah berinvestasi dalam aspek tersebut bisa mendapatkan banyak manfaat, diantaranya peningkatan efisiensi dan nilai tambah.  Hal ini bisa menjadi proposisi yang menarik bagi industri minyak dan gas Indonesia, terutama karena adanya berbagai tantangan seperti ketidak stabilan harga minyak mentah dunia, yang telah berdampak kepada keuntungan semua perusahaan minyak dan gas bumi.”

“Namun, terlepas dari tantangan yang ada, perusahaan minyak dan gas  bumi tetap mencari cara untuk memperbaiki sistem pengelolaan operasionalnya. Teknologi digital tidak hanya bisa memberikan mereka kesempatan untuk mengurangi biaya operasional, tetapi juga bisa turut membantu mereka mendesain ulang bisnis mereka agar lebih berkembang di tengah kondisi pasar yang bergejolak,” lanjut Neneng.

Managing Director, Resources Operating Group, Mark Teoh, menambahkan bahwa sektor hilir saat ini tengah menghadapi persaingan global yang ketat dan transformasi digital bisa membantu sektor ini untuk mengatasi situasi tersebut. “Manfaat akan dirasakan para perusahaan minyak dan gas bumi jika mereka menggabungkan kemampuan digital dan inovasi baru, yang bisa membantu untuk membangun kepemimpinan digital. Transformasi digital membantu mengelola masuknya arus besar data baru, memungkinkan informasi tersebut untuk memberikan nilai tambah bagi setiap segmen bisnis karena mampu membuka jaringan informasi dan menciptakan arus informasi yang lebih cepat, “kata Teoh.

Sependapat dengan Mark Teoh, Andrew Smart, Managing Director Accenture Global Energy, juga mengatakan bahwa, “Investasi dalam teknologi digital, bila diterapkan pada skala yang tepat, dapat menghasilkan penghematan operasional yang jauh melebihi biaya investasi, bahkan dalam jangka pendek. Fakta bahwa perusahaan minyak dan gas bumi berencana untuk mengeluarkan investasi lebih pada transformasi digital, menunjukkan bahwa mereka sangat optimis terhadap manfaat operasional tambahan yang dapat diberikan oleh teknologi digital baru. Meskipun ada juga kekhawatiran mengenai biaya penerapan solusi baru ini, memanfaatkan data dan analisis untuk menambahkan wawasan operasional real-time dapat membantu perusahaan minyak dan gas bumi untuk mencapai kinerja operasional terbaik di kelasnya.”

Managing Director, Global Asset and Operations Services, Accenture, Tracey Countryman, mengatakan, “Saat ini biaya teknologi komputasi relatif lebih murah daripada sebelumnya, serta solusi Mobile and Internet of Things lebih mudah dilakukan. Dengan demikian perusahaan minyak dan gas bumi harus bergerak melampaui proyek percobaan teknologi digital baru menuju pada penerapan skala untuk melihat manfaat digital. Mereka kemudian akan melihat pengurangan biaya operasional yang signifikan dan potensi transformasi bisnis yang dapat dimungkinkan oleh teknologi ini. ”

Perkembangan investasi digital mendorong kekhawatiran keamanan data

Ketika diminta untuk mengidentifikasi teknologi digital yang mungkin mempunyai dampak terbesar dalam kinerja operasional, responden paling sering menyebut: analisis (74 persen), keamanan digital (41 persen) dan mobilitas (38 persen). Dengan adanya aspek keamanan siber dalam tiga investasi prioritas menunjukkan bahwa perusahaan minyak dan gas bumi berusaha untuk mengimbangi risiko serangan siber yang mempunyai potensi lebih besar jika adanya transformasi digital di industri minyak dan gas bumi. Beberapa area investasi bisnis terkini dan yang tengah direncanakan untuk meningkatkan konektivitas digital termasuk di dalamnya adalah otomasi yang lebih banyak, memindahkan operasi ke Cloud, solusi seluler, AI dan robotika.

Komunitas bisnis global, termasuk di Indonesia, masih rentan terhadap serangan  RCyber. Tim Respon Insiden Keamanan Indonesia mengenai Infrastruktur Internet (ID-SIRTII) melaporkan bahwa pada tahun 2016 terjadi peningkatan serangan siber sebesar 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Oleh karena itu, perusahaan minyak dan gas bumi yang mampu memimpin di masa depan adalah perusahaan yang sepenuhnya memanfaatkan data dan analisis besar dan secara paralel meningkatkan fokus pada langkah-langkah keamanan siber industri untuk mengimbangi risiko serangan siber yang lebih besar dengan adanya koneksi digital diantara para perusahaan minyak dan gas bumi.

“Dengan adanya peningkatan jumlah sistem dan perangkat terhubung yang berbagi data dalam rantai energi, skala dan dampak dari risiko serangan siber juga mengalami peningkatan,” Countryman mengatakan. “Berdasarkan sejarah, sistem eksekusi dan pengendalian perusahaan minyak dan gas diterapkan on-premise, dikelola secara lokal dan cukup terisolasi dibandingkan dengan sistem perusahaan. Dengan meningkatnya infrastruktur nirkabel yang menghubungkan orang dan mesin, dan aplikasi sistem eksekusi manufaktur yang beralih ke Cloud, langkah-langkah keamanan teknologi operasional yang baru sangat diperlukan. ”

Dengan adanya kebutuhan atas langkah-langkah baru, lebih dari sepertiga responden (36 persen) menyebutkan keamanan data sebagai penghalang utama diadopsinya sistem teknologi digital; Angka ini naik menjadi 50 persen di antara para profesional IT yang disurvei. Kekhawatiran mengenai keamanan siber juga tercermin dalam Accenture Technology Vision 2017. Ketika ditanya seberapa sering organisasi mereka memperbarui kebijakan dan kode keamanannya, responden dari sektor hilir mengatakan bahwa mereka memperbaruinya lebih sering daripada industri lain (per periode satu tahun atau kurang dari setahun).

Metodologi Riset

Survei online dilakukan pada bulan Maret 2017 oleh lembaga penelitian PennEnergy Research yang bekerjasama dengan Oil and Gas Journal. Survei ini dikembangkan bersama HSB Solomon Associates LLC, perusahaan jasa konsultasi global untuk industri energi global. Responden adalah pelanggan dari publikasi PennWell dan terdiri dari lebih dari 200 profesional industri perusahaan minyak dan gas bumi, termasuk manajemen eksekutif dan tingkat menengah, kepala unit bisnis, insinyur dan manajer proyek dari segmen lintas industri. Negara-negara yang diwakili adalah Australia, Azerbaijan, Bangladesh, Kanada, China, Curacao, Republik Dominika, Finlandia, Ghana, Yunani, India, Indonesia, Irak, Malaysia, Norwegia, Qatar, Singapura, Korea Selatan, Sri Lanka, Trinidad dan Tobago, Turki, Inggris, Amerika Serikat dan Venezuela. (pam)

LEAVE A REPLY