Capaian 2017 dan Outlook 2018 Subsektor Ketenagalistrikan dan EBTKE

0
1675
Share on Facebook
Tweet on Twitter

Jakarta, www.geoenergi.co.id –
Melengkapi capaian sebelumnya di subsektor minyak dan gas bumi (migas) yang menorehkan capaian yang positif bagi sektor ESDM, di subsektor Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi juga demikian. Beberapa torehan positif dicatatkan subsektor Ketenagalistrikan yang meliputi, peningkatan rasio elektrifikasi, program 35.000 MW, peningkatan konsumsi listrik per kapita, penurunan susut jaringan dan porsi energi baru terbarukan (EBT) yang meningkat seiring dengan penurunan porsi BBM dalam bauran energi pembangkit listrik.

Di subsektor EBT capaian positif menyangkut peningkatan kapasitas pembangkit listrik panas bumi, kemajuan kontrak pembangkit listrik EBT, peningkatan kapasitas terpasang PLTS, PLTMH dan PLT Bioenergi. Capaian terbesar subsektor EBT tahun 2017 ini juga mencatatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari panas bumi sebesar Rp 933 milyar atau 104% dari target APBN 2017 sebesar Rp 671,26 milyar.

Berikut capaian Sub Sektor Ketenagalistrikan dan EBTKE tahun 2017 dan outlook 2018 yang disampaikan hari Rabu (10/1) oleh Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Andy Noorsaman Someng dan Direktur Jenderal EBTKE, Rida Mulyana.

Sub Sektor Ketenagalistrikan

Sub Sektor Ketenagalistrikan mencatat rasio elektrifikasi hingga akhir Desember tahun 2017 sudah mencapai 94,91% diatas target yang sudah ditetapkan sebesar 92,75%. Pemerintah mentargetkan rasio elektrifikasi pada tahun 2018 sebesar 95,15%. “Target 2018 sebesar 95,15% inshaa Allah akan terlampaui kalau kita melihat progress program 35.000 MW yang dilaksanakan oleh PLN dan independent power producer (IPP),” ujar Andy Noorsaman Someng.

Kapasitas terpasang pembangkit hingga akhir 2017 sudah mencapai 60 GW atau meningkat 7 GW dalam 3 tahun terakhir, dan untuk tahun 2018 mendatang Pemerintah menargetkan peningkatan kapasitas terpasang pembangkit sebesar 65 GW.

Untuk program 35.000 MW, hingga akhir November tahun 2017 tercatat capaian pembangunan pembangkit listrik sebagai berikut:

– 3% (1.061 MW) sudah beroperasi secara komersial (Commercial Operation Date/COD)

– 82% commited & On Going ( konstruksi 16.992 MW, PPA belum konstruksi 12.762 MW, pengadaan 2.790 MW dan perencanaan sebesar 2.228 MW)

“Kalau kita lihat kemajuan dari progress program 35.000 MW, kita optimis untuk tahun-tahun berikutnya penambahannya cukup besar melihat saat ini yang sudah konstruksi sebesar 16.992 MW,” jelas Andy.

Direktur Pengembangan Jawa Bagian Timur, Bali dan Nusa Tenggara PT PLN (Persero), Djoko R. Abumanan menambahkan bahwa selain investasi PLN dalam pembangkit listrik sebesar 10.000 MW dari total program 35.000 MW, PLN juga investasi untuk transmisi dan distribusi.

“Sebagai contoh kami telah selesai membangun di Sumatera transmisi, istilahnya seperti jalan toll (transmisi) 275 kv dari Lahat sampai ke Utara. Dari Sumatera Selatan lewat Jambi lewat Sumatera Barat ke Sumatera Utara. Artinya backbone SUTET nya sudah tersedia, grid Sumatera sudah clear. Ini menjadi kewajiban PLN,” ungkapnya.

Capaian selanjutnya, pangsa BBM dalam bauran pembangkit listrik dari tahun ke tahun terus menurun, meskipun masih terdapat sekitar 5,81% pangsa BBM tersebut tahun 2017. Hal tersebut karena dalam rangka mempercepat rasio elektrifikasi diantaranya dengan pengadaan Marine Vessel Power Plant (MVPP) yang masih menggunakan BBM.

“Peningkatan penggunaan BBM untuk pembangkit ini bukan karena tidak efisien, tapi karena penambahan kapasitas listrik oleh PLN di beberapa wilayah yang rasio elektrifikasinya masih rendah,” ujar Andy.

Susut jaringan atau losses cukup baik mencapai 9,60% sesuai dengan target yang sudah ditetapkan, dan target 2018 mendatang ditetapkan sama dengan capaian tahun ini sebesar 9,60%.

Bauran energi pada sektor pembangkit masih didominasi oleh batubara sebesar 57,22%, disusul kemudian gas 24,82%, air 7,06%, BBM 5,81% dan panas bumi+EBT sebesar 5,09%. “Batubara sangat berperan sekali dalam penentuan besaran tarif tenaga listrik karena memang porsi baurannya mencapai lebih dari 50%. Mudah-mudahan jika harga batubara turun maka tarifnya juga turun,” tambah Andy.

Konsumsi listrik tahun 2017 sebesar 1.012 kWh per kapita atau menigkat dibandingkan tahun 2016 sebesar 956 kWh per kapita. Pemerintah mentargetkan tahun 2018 mendatang konsumsi listrik masyarakat akan meningkat mencapai 1.129 kWh per kapita. Untuk pertama kalinya Indonesia menembus angka konsumsi listrik diatas 1.000 kWh per kapita. Ini merupakan salah satu indikator tumbuhnya perekonomian.

Sub Sektor Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi

Capaian Sub Sektor Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi (EBT) diawali dengan meningkat drastisnya kontrak EBT dari 16 kontrak pada tahun 2016 menjadi 68 kontrak pada akhir tahun 2017. “Total kapasitas terbangkitkan dari 68 kontrak pada tahun 2017 sebesar 1.207 MW. Status dari 68 kontrak tersebut sebanyak 55 masih berproses untuk mendapatkan financial closing (FC), kemudian yang telah mendapatkan FC tetapi belum memulai konstruksi ada 5 unit, sementara yang sudah konstruksi ada 8 unit,” ujar Rida Mulyana.

Kapasitas terpasang PLT Panas Bumi tahun 2017 mencapai 1.808,5 MW yang berasal dari tambahan kapasitas terpasang PLTP Ulubelu 4 sebesar 55 MW dan dimulai beroperasinya PLTP Sarulla 2 sebesar 110 MW. Tahun 2018 mendatang peningkatan kapasitas terpasang PLT Panas Bumi ditargetkan sebesar 2.058,5 MW. Pemerintah akan meningkatkan pemanfaatan PLTS sebagai sumber energi listrik dengan memanfaatkan genangan-genangan waduk yang banyak tersebar diberbagai wilayah-wilayah Indonesia.

Kapasitas PLT Bioenergi sebesar 1.838,3 MW meningkat dibanding tahun sebelumnya sebesar 1.789,9 MW. Untuk PLT Bioenergi ini Pemerintah mentargetkan peningkatan kapasitas terpasangnya pada tahun 2018 mendatang sebesar 2.030 MW.

Untuk CO2 secara komulatif dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2017 tercapai penurunan emisi sebesar 33,9 juta ton CO2 lebih besar dibanding tahun 2016 sebesar 31,6 . Tahun 2018, pemerintah menargetkan sebesar 36,0 juta ton CO2. “Sesuai dengan komitmen di Paris Agreement kita mempunyai target penurunan emisi pada tahun 2030 itu sebesar 314 juta, ini merupakan target besar yang harus kita capai,” ujar Rida.

Selanjutnya untuk konsumsi bahan bakar nabati (BBN), realisasi tahun 2017 sebesar 3,23 juta kiloliter (KL) dari target Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sebesar 4,20 juta KL. Tahun 2018, pemerintah mentargetkan konsumsi BBN akan mencapai 5,70 juta KL sesuai dengan target RUEN.

Sub sektor EBTKE tahun 2017 mencatatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari panas bumi sebesar Rp 933 milyar atau 104% dari target tahun 2017 sebesar Rp 671,26 milyar. “Penerimaan PNBP dari PLTP dalam bentuk PNBP yang sangat dipengaruhi oleh PLTP yang COD pada tahun 2018 dan kurs dollar terhadap rupiah. Ini adalah PNBP yang terus kita upayakan untuk terus naik ,” jelas Rida.

Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTHSE) telah menerangi 79.564 rumah di 5 provinsi dan pemerintah mentargetkan akan memberikan LTHSE pada tahun 2018 dua kali lipat dari tahun 2017 yakni sebanyak 175.782 unit. LTHSE akan membantu menerangi rumah di perdesaan yang secara geografis terisolir dan belum mendapat penerangan . “Program ini adalah program sementara dan yang kita adakan adalah bukan mengadakan suatu alat tetapi yang kita adakan adalah terangnya lampu dan kita meminta kepada penyedia untuk menjamin bahwa lampu ini bisa terang selama tiga tahun,” ujar Rida.

LEAVE A REPLY