Bisnis Migas Bisnis Berisiko Tinggi

0
775
Share on Facebook
Tweet on Twitter

Jakarta, www.geoenergi.co.id – Ancaman krisis energi menjadi permasalahan yang tidak bisa diabaikan tanpa adanya solusi konkret. Kini kebutuhan minyak bumi per hari sudah mencapai 1.6 juta barrel, padahal hanya 50 persennya yang mampu disediakan di dalam negeri. Diperkirakan kebutuhan energi primer nasional pada 2025 mencapai 3,636 juta barel setara minyak per hari.

Karena itu, dalam era globalisasi yang kian kompetitif ini, tidak ada pilihan lain selain sektor hulu Migas meningkatkan kinerjanya baik dalam konteks eksplorasi dan produksi, kepemimpinan, transparansi, manajemennya yang efisien dan efektif juga harus ditunjang oleh infrastruktur dan kekuatan financial yang memadai.

Pengurus Serikat Pekerja SKK Migas, Bambang Dwi Djanuarto mengatakan, SKK Migas selaku administrator di sektor hulu migas terus berupaya meningkatkan kapasitas SDM yang dimiliki. “SKK Migas selaku kepanjangan tangan dari pemerintah ini terus berupaya untuk meningkatkan lifting migas. Dari pemangkasan perijinan yang mempersulit para investor. Kerjasama yang baik antara pemerintah dan pihak swasta dapat menjadi angin segar buat sektor hulu Migas sebab itulah yang membuat tertarik para investor sehingga dapat meningkatkan produksi minyak dan gas dalam negeri,” kata Bambang dalam Seminar Migas Nasional di Jakarta, Senin (6/3).

Lebih lanjut Bambang mengungkapkan, sejumlah kementerian seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah mencabut sebanyak 32 regulasi untuk menyederhanakan aturan demi mendukung pengembangan investasi.

Sebanyak 32 regulasi sektor ESDM dicabut, tersebar pada subsektor minyak dan gas bumi (migas), mineral dan batubara (minerba), ketenagalistrikan, energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) juga regulasi pada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Sementara itu di tempat yang sama, Ketua Forum Jurnalis Jakarta, Ahmad Yuslizar mengatakan pentingnya segera agar Undang Undang Migas pro rakyat segera diresmikan. Ketidakpastian dan berlarutnya penyelesaian hanya akan membuat ketidakpastian ketahanan energi nasional.

“Tantangan lain yang dihadapi sektor hulu Migas adalah bisnis migas merupakan bisnis dengan risiko tinggi. Oleh karena itu, perusahaan yang bergerak di industri migas tidak sebanyak di industri media cetak dan elektronik,” ucap Ahmad.

Dari sejumlah catatan, kata Ahmad, masalah migas yang muncul selama ini lebih disebabkan oleh faktor manusia dan birokrasi di daerah penghasil migas yang terlalu panjang. “Birokrasi yang tidak berubah, UU daerah yang tak mendukung. Lambannya perizinan,” tegas Ahmad.

Ditambahkan Ahmad, Kadang investor asing mengeluhkan sejumlah oknum pejabat lokal dan keamanan dengan segala permintaannya. Padahal pengaturan bagi hasil dengan pemerintah daerah sudah sangat menguntungkan daerah.
Selain itu, beruntung kini Indonesia memiliki Jokowi. Kini Presiden Joko Widodo telah menandatangani PeraturanPemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (PP 27/2017). Beleid ini merupakan revisi atas PP Nomor 79 Tahun 2010 karena aturan ini sudah sangat dinantikan oleh para investor di sektor hulu migas. PP 79/2010 sudah diprotes oleh para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sejak 6 tahun lalu. Diharapkan PP 27/2017 bisa membuat sektor hulu migas Indonesia lebih atraktif.

Ahmad yang akrab disapa Yos mengatakan dengan adanya PP 27/2017 ini, sekarang eksplorasi alias kegiatan pencarian cadangan migas dibebaskan dari pajak.
Erwin Usman, Ketua Bidang Energi dan Migas Pospera mengatakan pemerintah harus mampu menemukan sumur migas baru. “Pemerintah saat ini sudah berhasil membangun iklim investasi yang baik untuk mengundang investor” ucapnya.
Erwin melanjutkan ada persoalan birokrasi yang terjadi.
“Pak Jokowi sud berhasil memangkas perizinan. Kini kita harapkan lifting migas meningkat,” tandasnya. (Pam)

LEAVE A REPLY