Permen ESDM No 23/2018 sebagai Bentuk Pengkhianatan Terhadap Cita-cita Presiden

0
533
Share on Facebook
Tweet on Twitter

Jakarta, www.geoenergi.co.id – Hari ini, Kamis, 31 Mei 2018, Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia, mengadakan acara Fokus Grup Diskusi (FGD) dalam rangka memperjuangkan Ketahanan dan Kedaulatan Energi Migas Indonesia yang bertema, “Menggugat Permen ESDM 23/2018 tentang Pengelolaan WK Migas habis kontrak”

Dalam kssempatan itu, Dewan Penasehat Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dan Dewan Penasehat KSPMI yang juga mantan Presiden FSPPB periode 2016-2019, Noviandri menyebutkan, “Kalau kita bicara soal ketahanan energi maka paling tidak ada 4 kriteria yaitu availibility (ketersediaan), accestability (kemudahan), affordability (keterjangkauan), acceptability(mutu).”

Lebih lanjut Noviandri menambahkan kalau bicara soal kedaulatan harus dilihat dari pandangan keberpihakan, maka keberpihakan pemerintah sangat berperan dalam hal kedaulatan. “Tapi saat ini pemerintah membuat kebijakan jauh dari nalar sehat dan tidak logis. Ini semua karena sangat terkait dengan tahun politik, pemerintah butuh dana cepat dan siap-siap, mau tidak mau BUMN harus siap, bila ada yg menolak copot direksinya dan ganti. Khusus untuk Pertamina beban BBM 1 harga, harga jual BBM tidak naik padahal harga crude sudah naik bahkan BBK yang produk Pertamina seperti pertalite, pertamax itupun diatur oleh Pemerintah. Untuk naik harga saja tidak boleh, tetapi kalau swasta boleh, dimana keberpihakannya. Maka dari itu kita masih jauh dari Kedaulatan seperti yang diinginkan Nawacita,” tegas Noviandri.

Oleh karena itu Noviandri menyatakan hal ini boleh disebut bagian dari pengkhianatan terhadap cita cita Presiden. Begitu juga dengan permen ESDM No 23/2018. “Ini suatu keanehan tapi lahirnya bukan ujuk-ujuk, tapi sudah ada pejabat yang mengkampanyekan dengan menyebutkan Pertamina belum tentu akan mengelola blok-blok terminasi. Dalam permen ini disebutkan bahwa bilamana ada blok terminasi maka prioritas utama untuk mengelolanya diserahkan ke kontraktor existing padahal dalam permen sebelumnya yaitu No. 15/2015 dimana harus diserahkan ke Pertamina dulu,” katanya.

Artinya Permen 23/2018 jauh dari keberpihakan kepada bangsa dan negara maka kedaulatan semakin jauh, sambung Noviandri. “Untuk itu maka penolakan lahirnya permen 23 / 2018 oleh banyak kalangan maka hal ini harus menjadi koreksi bagi Pemerintah Karena ini justru akan jadi blunder bagi pemerintah saat ini. Alasan pemerintah dalam kosiderannya pada permen ini yang mengatakan bahwa supaya program kerja pengelolaan blok agar memberikan manfaat yang lebih besar, agar produksi tdk turun dan kompetisi tidak sehat terlalu mengada-ada, karena hal ini juga di akomodir pada permen 15/2015,” pungkasnya. (pam)

LEAVE A REPLY