FSPPB Tiga Kali Layangkan Judicial Review Permen ESDM No 23/2018 ke MA Tak Dapat Tanggapan

0
96
Share on Facebook
Tweet on Twitter

Jakarta, www.geoenergi.co.id – Pada hari Kamis, 11 Oktober 2018 lalu, Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) mendatangi gedung Mahkamah Agung untuk mengajukan judicial review terkait Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang berakhir kontrak kerja samanya

Dalam kesempatan itu Presiden FSPPB Arie Gumilar kepada awak media mengatakan, permohonon uji materil atau judicial review dikarenakan pihaknya menolak atas ketentuan Pasal 2 pada peraturan ESDM itu, karena mengakibatkan PT Pertamina (persero) bukan lagi sebagai pihak yang mendapatkan prioritas utama dalam pengelolaan migas.

Pada ketentuan ini yang menjadi prioritas utama bukan lagi BUMN/PT. Pertamina, lanjutnya, melainkan kontraktor sebagai badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan sebagai pihak yang mendapatkan prioritas utama dalam pengelolaan migas.

Sebagaimana yang tertera di dalam Peraturan terdahulu, yaitu Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan WK Migas yang Akan Berakhir Kontrak Kerja samanya, Pasal 2 Peraturan tersebut menyatakan bahwa Pengelolaan WK Migas yang berakhir Kontrak Kerja Samanya dilakukan dengan pengelolaan oleh PT. Pertamina sebagai pihak yang memperoleh prioritas utama.

IMG-20181012-WA0002

“Bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 36/PUU-X/2012, Wilayah Kerja-Wilayah Kerja migas hanya boleh dikelola oleh BUMN sebagai wujud penguasaan negara. Hal ini merupakan perwujudan dari amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 di mana negara melalui pemerintah dan DPR, berkuasa untuk membuat kebijakan, mengurus, mengatur, mengelola dan mengawasi,” jelas Arie.

Mahkamah Konstitusi menegaskan, khusus untuk aspek pengelolaan, penguasaan negara tersebut dijalankan oleh pemerintah melalui BUMN, ungkap Arie. Jika pemerintah masih mematuhi amanat konstitusi, maka tidak ada alternatif lain kecuali menyerahkan pengelolaan WK yang berakhir jontrak kerjasamanya kepada BUMN.

“Oleh karena itu sudah sangat jelas bahwa Pertamina harus menjadi prioritas dalam pengelolaan migas,” tegasnya.

Dengan tidak memprioritaskan Pertamina sebagai BUMN dalam pengelolaan sumber daya dan kekayaan alam negara, sambung Arie, maka FSPPB melalui Kuasa Hukum, Sihaloho & Co Law Firm, berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 20 Agustus 2018, telah 2 (dua) kali melayangkan somasi kepada Kementerian ESDM dan tembusan suratnya telah disampaikan juga kepada Presiden Jokowi Widodo, Ketua DPR, dan Komisi VII.

“Somasi sebagaimana tersebut di atas telah kami kirim pada tanggal 21 September 2018 dengan Nomor: 46/SCO/IX/2018, dan pada tanggal 1 Oktober 2018 dengan Nomor: 51/SCO/IX/2018. Bahwa perlu diketahui sebelumnya, Federasi Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) juga telah melayangkan Surat Somasi kepada Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral Republik Indonesia pada tanggal 30 Agustus 2018 dengan Nomor : 139/FSPPB/VIII/2018-FO4,” kata Arie.

FSPPB telah melayangkwn somasi sebanyak tiga kali namun tidak mendqpatkan tanggapan seperti yang diharapkan. “Sampai dengan saat ini, somasi yang telah kami layangkan sebanyak tiga kali, tapi nyatanya tidak ditanggapi secara positif oleh Kementerian ESDM,” pumgkas Arie. (PW)

LEAVE A REPLY