Gugatan FSPPB Dikabulkan MA tentang WK Migas Terminasi

0
507
Share on Facebook
Tweet on Twitter
foto: Pam

Jakarta, www.geoenergi.co.id – Mahkamah Agung RI telah memutuskan dan mengabulkan gugatan pembatalan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya atau WK Migas Terminasi. Gugatan dengan nomor perkara: 69 P/HUM/2018 dengan pihak Pemohon Arie Gumilar sebagai presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dan sebagai Termohon adalah Menteri Energi dan Sumber daya Mineral telah diputus pada tanggal 29 Nopember 2018.

James E. Sihaloho, Kuasa Hukum FSPPB, mengatakan informasi tersebut didapatkan melalui pengumuman Mahkamah Agung RI dalam laman website resmi MA RI. “Sebelumnya klien kami Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) mengajukan gugatan judicial review untuk membatalkan ketentuan Pasal 2 pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor: 23 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya, karena mengakibatkan PT. Pertamina (Persero) bukan lagi sebagai pihak yang mendapatkan prioritas utama dalam pengelolaan migas,” kata Janses kepada wartawan www.geoenergi.co.id, di Jakarta, Senin (03/12).

Diterangkan olehnya, dengan adanya ketentuan tersebut maka yang menjadi prioritas utama bukan lagi BUMN/PT. Pertamina (Persero), melainkan Kontraktor sebagai Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang ditetapkan sebagai pihak yang mendapatkan prioritas utama dalam pengelolaan migas.

Dikatakan Janses, keluarnya putusan MA tersebut maka PT Pertamina Persero tetap akan menjadi pihak yang harus mendapatkan prioritas dalam Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya. “Putusan Mahkamah Agung sudah sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 36/PUU-X/2012, yang mengamanatkan bahwa Wilayah Kerja-Wilayah Kerja migas hanya boleh dikelola oleh BUMN sebagai wujud penguasaan negara,” tegasnya.

Ditambahkan Janses, hal tersebut merupakan perwujudan dari amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 di mana negara melalui Pemerintah dan DPR, berkuasa untuk membuat kebijakan, mengurus, mengatur, mengelola dan mengawasi. Mahkamah Konstitusi menegaskan, khusus untuk aspek pengelolaan, penguasaan negara tersebut dijalankan oleh pemerintah melalui BUMN. “Jika Pemerintah masih mematuhi amanat konstitusi, maka tidak ada alternatif lain kecuali menyerahkan pengelolaan Wilayah Kerja-Wilayah Kerja yang berakhir Kontrak Kerja Samanya kepada BUMN,” ujar Janses.

Untuk itu, Janses melanjutkan sudah sangat jelas dan gamblang bahwa BUMN/PT. Pertamina (Persero) harus menjadi prioritas dalam pengelolaan migas. “Kami mengharapkan Mahkamah Agung RI secepatnya mengirimkan salinan putusan kepada para pihak dan meminta Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral Republik Indonesia untuk mematuhi putusan MA tersebut,” tutupnya. (Pam)

LEAVE A REPLY