Penjualan Aset Pertamina untuk Selamatkan Perusahaan Keblinger

0
697
Share on Facebook
Tweet on Twitter

Jakarta, www.geoenergi.co.id – Aksi Bela Pertamina terus dilancarkan pekerja PT Pertamina. Hari ini Jumat (20/7) ratusan pekerja yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dibawah komando Presiden FSPPB Arie Gumelar melakukan aksi longmarch dari kantor Pusat Pertamina menuju Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM. Setelah aksi di kedua kementerian, rombongan akan melajuakn aksi ke depo Plumpqng Jakarta Utara.

Ada beberapa tuntutan yang dikumandangkan FSPPB dalam Aksi Bela Pertamina yang mengemuka yang terkait dengan penjualan aset Pertamina dan rencana peleburan Pertagas ke PGN. FSPPB tidak menolak adanya BUMN Migas seperti yang telah direncanakan pemerintah.

Aksi Korporasi Penjualan Aset Mengacu Surat Menteri BUMN No. S-427/MBU/O6/2018 tanggal 29 Juni 2018 perihal Persetujuan Prinsip Aksi Korporasi Untuk Mempertahankan Kondisi Kesehatan Keuangan PT. Pertamina (Persero).

IMG-20180720-WA0005

Menurut Arie penjualan aset Pertamina yang diajukan Direksi berupa share down aset hulu dan spin off bisnis Refinery tidak akan menyelesaikan root cause permasalahan keuangan Pertamina yang terjadi akibat kerugian pada salah satu bisnis utama Pertamina (penjualan BBM jenis Solar, Premium dan Pertalite) sehingga mengakibatkan kas operasional negatif.

“Penyelesaian dengan cara menjual aset hanya akan memperbaiki kas operasional Perusahaan yang bersifat sementara karena akan segera habis kembali untuk menutupi kerugian bisnis (penjualan BBM jenis Solar, Premium dan Pertalite) yang masih terjadi dan justru akan jauh lebih merugikan Pertamina ke depan bila aset yang dijual adalah aset yang menguntungkan dan strategis,” katanya.

Lebih lanjut Arie menyebutkan Penjualan PT. Pertamina Gas (Pertagas) sebesar 51% melalui skema akuisisi oleh PGN merupakan proses yang salah dan menodai tujuan holding migas yang bertujuan meningkatkan efisiensi 2 perusahaan, optimalisasi infrastruktur dan kapasitas investasi.

Perlu digarisbawahi bahwa PGN dimiliki oleh 43% Publik, dan Pertagas dimiliki 100% Pertamina sehingga skema akuisisi menyebabkan pendapatan Pertagas yang semula menjadi milik Negara c.q Pertamina beralih ke Publik.

Alih-alih akuisisi, SINERGI Bisnis & Operasi yang seharusnya lebih diutamakan seperti yang telah dilakukan oleh Pertagas dan / atau Pertamina bersama PGN pada Pembangunan Pipa Gas Duri Dumai, Pembagian Wilayah Komersial di Sumatera Utara, serta pembentukan Anak Perusahaan (AP) baru yang bergerak dibidang Regasifikasi LNG.

FSPPB juga menyoroti rencana/Usulan Aksi Korporasi dilakukan ketika jabatan strategis Direktur Utama PT Pertamina (Persero) dan President Director PT Pertamina Gas dalam kondisi kosong serta Dibubarkannya Direktorat Gas.

Karena itu Arie melalui FSPPB berpendapat bahwa Direktorat Gas yang merupakan bisnis masa depan Pertamina dalam Holding Migas dibubarkan, dan Jabatan Strategis Direktur Utama Pertamina serta President Director Pertagas kosong.

Segala keputusan terkait Holding Migas termasuk di dalamnya Penjualan Pertagas melalui Akuisisi dilakukan pada saat Jabatan penting tersebut dalam posisi kosong dan digantikan dengan Pejabat sementara.

“Sebagai sebuah Perusahaan yang memegang tugas serta tanggung jawab sebagai tulang punggung energi di Indonesia, sudah seharusnya Pertamina memiliki Nakhoda yang definitif, prudent dan kompeten dalam menjalankan bisnis di Pertamina,” pungkasnya. (Pam)

LEAVE A REPLY