Pelaku Industri Merasa Pakai Gas Lebih Hemat

0
561
Share on Facebook
Tweet on Twitter

Bogor, www.geoenergi.co.id – Penggunaan gas untuk industri keramik bukanlah hal yang baru. Bahan bakar dalam jumlah besar diperlukan industri keramik untuk melakukan pembakaran pada saat proses awal pembuatan keramik. Penggunaan gas menjadi pilihan utama industri ini dibandingkan dengan bahan bakar lain karena pasokannya jelas serta tekanannya stabil.

Diungkapkan oleh Bambang Wijonarso, Manufacturing Cileungsi Manager PT Keramika Indonesia Asossiasi, Tbk (PT KIA) seperti dikutip laman EADM, bahan bakar merupakan komponen terbesar dari variabel cost yang dikeluarkan setiap bulan dari industri keramik ini.

“Kegunaan gas adalah salah satu komponen yang sangat penting, karena keramik harus dibakar dan itu butuh gas, ongkos produksi yang utama adalah dari gas kurang lebih 35%, terutama dari pasokan, kualitas pasokan dan tekanan gas”, ungkap Bambang

Pihak Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai penyedia gas bumi melalui pipa ke PT KIA juga telah mengklaim penggunaan gas untuk industri ini dapat menekan biaya produksi hingga 40 persen dari penghematan konsumsi bahan bakar. Agar industri terutama skala kecil dan menengah mampu memiliki daya saing, efisiensi bahan bakar pun menjadi tuntutan.

Bambang mengakui, setelah menggunakan gas ini selain harganya yang lebih murah dibanding bahan bakar lain, produktivitas makin tinggi, gas yang digunakan juga ramah lingkungan.

“Keunggulan gas dari bahan bakar yang lain seperti speed dryer process kita bisa menggunakan solar dan Compressed Natural Gas (CNG) bisa tapi mahal sekali, maka dari itu gas menjadi pilihan, lebih murah dibandingkan solar dan CNG,” ujar Bambang.

Bambang mengungkapkan, PT KIA sudah menggunakan gas dari tahun 1982, dimana sebelumya menggunakan residu (bottom oil). “Bisa juga menggunakan batubara, di Indonesia batubara bisa murah tidak ada kalori yang tinggi, karena sudah di ekspor. Namun, untuk lingkungan faktor resiko juga tinggi, keselamatan kerja juga tinggi, untuk residu sudah gak jaman, produktivitasnya juga rendah, lingkungan tidak bagus” paparnya.

Rata-rata dalam sebulan, PT KIA mengkonsumsi hingga 1.900.000 meter kubik gas yang berasal dari gas pipa offtake Narogong dengan tekanan sebesar 17-19 bar. “Tagihannya Rp 4 hingga 6 miliar perbulan, pemakaian tergantung dari marketing, kalau lagi banyak ya banyak,” lanjut Bambang.

Proses pembuatan keramik membutukan beberapa tahap sehingga menghasilkan produk keramik yang bagus. “Konsep membuat keramik dimulai dari temperatur yang rendah sampai meninggi kemudian turun lagi, semua pembakaran menggunakan gas. Produksinya pun cukup cepat yaitu 27 jam dari bahan baku menjadi bahan jadi, sangat cepat bila produksi keramik dengan kondisi alami ratusan tahun, teknologi China 2 minggu jadi keramik, dan tunell killen 3 hari,” tutup Bambang mengakhiri perbincangan. (Pam/foto: ESDM)

LEAVE A REPLY