Menyoal Kebijakan Tender Pengadaan BBM PSO

0
194
Share on Facebook
Tweet on Twitter

Sebagaimana berlangsung secara rutin setiap tahun, tahun ini tender BBM PSO kembali akan dilakukan untuk penyediaan dan distribusi BBM bagi tahun 2018. Tender biasanya berlangsung pada tahun sebelum tahun pelaksanaan, dan prosesnya antara lain merujuk kepada beberapa variable RAPBN yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan DPR, demikian penjelasan Marwan Batubara dari IRESS saat berbicara di acara Media Briefing di Senayan, Rabu (6/9).

Lehih lanjut Marwan menambahkan bahwa proses tender BBM PSO dilakukan merujuk pada UU Migas No.22/2001, PP No.36/2004 dan Peraturan BPH Migas No.09/P/BPH Migas/XH/ZOOS. Namun, memperhatikan berbagai pertimbangan dan fakta di lapangan, kebijakan dan peraturan yang telah berlaku bertahuntahun ini mungkin perlu di review. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang lebih baik, dapat saja kebijakan dan peraturan tersebut diubah, seperti diuraikan berikut.

Pertama, perlu disadari pengadaan BBM adalah kegiatan strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Sesuai Pasal 33 UUD 1945 seharusnya kegiatan tersebut menjadi kegiatan yang dikuasai negara. Untuk itu pengelolaannya pun harus dilakukan oleh BUMN, bukan oleh swasta, walaupun swasta hanya terlibat dalam pengadaan BBM di wilayah terbatas tertentu yang volumenya tidak signifikan.

Kedua, pengadaan BBM PSO merupakan penugasan oleh pemerintah, sehingga sangat tidak relevan jika pelaksanaan tugas-tugas negara dan kepentingan strategis bangsa serta orang banyak justru dilakukan oleh perusahaan swasta, mengingat negara telah memiliki perangkat berupa perusahaan (yakni BUMN) untuk melaksanakannya.

Ketiga, harga BBM PSO ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan yang diterbitkan secara rutin/berkala (per 3 bulan), sesuai formula yang juga telah ditetapkan dalam peraturan pemerintah, yakni Perpres No.I91/2014. Dengan kondisi demikian, menjadi tidak relevan jika proses pengadaan dan penetapan harganya dilakukan melalui proses tender.

Keempat, seperti diketahui, dalam formula harga BBM, minimal ada 2 variable yang dapat berubah setiap saat. Perubahan nilai variable tersebut berada di luar kontrol BUMN/korporasi atau pemerintah sekalipun untuk mengendalikannya, yakni nilai tukar US$/Rp dan harga minyak dunia. Dalam kondisi harga minyak dunia yang mungkin dapat meningkat 15% atau 25% dibanding harga tersebut saat penawaran tender dilakukan, maka BUMN/Pertamina harus menanggung kerugian yang sangat besar, karena harga dijamin tidak boleh berubah selama 1 tahun, yaitu sesuai harga saat tender dimenangkan.

Kelima, sesuai dengan UU No.19/2003 tentang BUMN, dalam menjalankan bisnisnya, seluruh BUMN tidak boleh merugi. Sementara, dengan sistem tender BBM PSO yang berlaku, sesuai butir keempat di atas, BUMN sangat potensial untuk merugi jika terjadi kenaikan harga minyak dunia yang signifikan. Hal ini dapat menjadi “temuan” bagi penegak hukum di belakang hari, dan manajemen BUMN rawan untuk dipidanakan. Faktanya, memang selama ini pemerintah telah terlibat untuk merevisi dan menaikkan harga BBM jika terjadi kenaikan harga minyak dunia yang sangat signifikan. Jika demikian, apa poin penting (what is the point of) yang menjadi dasar dilakukannya kebijakan tender BBM PSO?

Keenam, dalam pengadaan Elpiji 3 kg, pemerintah juga menerapkan pola penugasan kepada BUMN. Namun proses pengadaan barang strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak tersebut tidak dilakukan melalui tender yang melibatkan perusahaanperusahaan swasta. Hal ini memang kebijakan yang benar dan relevan karena sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Karena status BBM PSO hampir sama dengan Elpiji 3kg, maka sudah sepantasnya proses pengadaannya pun sama, yakni dilakukan tanpa harus melalui proses tender.

Ketujuh, selama ini berdasarkan partisipasi swasta dalam proses tender dan kemampuannya untuk mewujudkan hasil tender, ternyata hanya Pertamina-lah yang mampu menjalankan sepenuhnya berbagai persyaratan tender dan misi penugasan yang ditetapkan oleh pemerintah. Jika demikian hasilnya, apa yang mendasari tetap dipertahankannya kebijakan tender yang melibatkan swasta tersebut?

Kedelapan, pemerintah dan DPR dapat mereview kembali apa latar belakang dan hal-hal yang menjadi motif diberlakukannya proses tender untuk pengadaan BBM PSO. Janganjangan kebijakan tender diambil karena adanya kepentingan berbagai pihak yang tidak sesuai konstitusi dan kepentingan negara/rakyat Apalagi jika kebijakan diambil akibat adanya KKN dan motif perburuan rente.

Terlepas dari berbagai pertimbangan yang tidak favourable terhadap kebijakan skema tender BBM PSO di atas, bisa saja terdapat manfaat yang signifikan jika proses tender tetap dilakukan. Namun sejauh ini, sesuai fakta-fakta di lapangan, IRESS belum melihat jika kebijakan pengadaan BBM PSO melalui tender lebih baik dibanding pengadaan tanpa tender, terutama karena pengadaanya adalah merupakan penugasan oleh pemerintah (negara!).

Memperhatikan berbagai hal yang diuraikan di atas, IRESS berkeyakinan bahwa kebijakan tender pengadaan BBM PSO sudah waktunya untuk direvisi atau dibatalkan. Beberapa hal penting yang mendasari sikap tersebut adalah karena merupakan amanat konstitusi, penugasan oleh pemerintah, penetapan harga oleh pemerintah, BUMN tidak boleh merugi, dll. Selain itu, karena pengadaan Elpiji 3kg yang bersifat penugasan telah berlangsung tanpa tender, maka pengadaan BBM PSO mestinya juga dilakukan tanpa melalui proses tender.(pw)

LEAVE A REPLY