FSPPB Tetap Tolak PT Pertamina Geothermal Energy Diambil Alih Pihak Lain

0
816
Share on Facebook
Tweet on Twitter
foto: pam

Jakarta, www.geoenergi.co.id – Pengambilalihan PT Pertamina Geothermal Energy oleh pihak manapun bukan solusi yang tepat untuk percepatan pengembangan panas bumi Indonesia.

Rencana Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk melakukan inisiasi pengambilalihan kepemilikan saham PT Pertamina (Persero) di Pertamina Geothermal Energy (PGE) oleh PT PLN (Persero) sebagaimana diungkapkan dalam beberapa media dan forum seminar (yang salah satunya dilaksanakan pada tanggal 13 Oktober 2016 di Gedung DPR RI) dianggap oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai suatu cara terbaik melakukan percepatan pengembangan panas bumi di Indonesia.

foto: pam
foto: pam

Berdasarkan hal tersebut di atas, Presiden FSPPB Noviandri, dalam konferensi pers terkait Kegiatan aksi dan Penyampaian Pendapat PGE 100% Pertamina, “Kami Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menolak dilakukannya pengambilalihan PGE oleh pihak manapun termasuk oleh PLN. Bahwa konsep pengambilalihan kepemilikan saham PT. Pertamina (Persero) di PGE oleh pihak manapun bukanlah solusi yang tepat untuk melakukan percepatan pengembangan panas bumi di Indonesia,” tegasnya.

Hal itu lanjut Noviandri karena “Tindakan tersebut mempakan bentuk Un-Bundling Pertamina dan upaya pengkerdilan bisnis Pertamina sebagai perusahaan yang sejak tahun 1974 sudah dan akan terus berkomitmen melakukan pengembangan panas bumi di Indonesia. Sebagaimana telah ditegaskan dalam Anggaran Dasar Pertamina bahwa Pertamina merupakan Perusahaan Energi.

Selain itu lanjut Noviandri,  tidak akan mengakselerasi dan menambah kapasitas terpasang panas bumi yang telah direncanakan dan ditargetkan oleh PGE (sekitar 2,3 GW pada tahun 2025) di Wilayah Kuasa Pengusahaan Panas Bumi (“WKP Eksisting’). Sehingga tindakan pengambilalihan PGE tersebut tidak akan mendukung pencapaian target bauran energi 2025 yang telah dicanangkan oleh Pemerintah (target sekitar 72 GW).

foto: Pam
foto: Pam

Tindakan pengambilalihan tersebut berpotensi mengakibatkan iklim investasi panas bumi menjadi tidak sehat, sehingga menjadi kontraproduktif dengan semangat percepatan pengembangan panas bumi sebagaimana ditetapkan dalam penaturan perundang-undangan panas bumi yang saat ini berlaku.

“Dan bila ini terjadi maka konsep pengambilalihan tersebut berpotensi akan bertentangan dengan semangat untuk mengutamakan sumber energi baru terbarukan (termasuk panas bumi) dalam pemanfaatan sumber energi primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan,” katanya

Akuisisi dapat memicu potensi masalah hukum diantaranya potensi terlepasnya 12 WKP Eksisting yang saat ini dikelola oleh PGE. Sehingga operasional pengembangan panas bumi pada WKP Eksisting menjadi terkendala dan potensi gugatan hukum dari Kontraktor Kontrak Operasi Bersama.

“Dalam hal satu tujuan utama pengambilalihan PGE oleh pihak manapun akan membuat harga jual Iistrik PGE menjadi Iebih murah, maka informasi ini sangat keliru. Hal itu mengingat tindakan pengambilalihan PGE oleh pihak manapun tidak akan mereduksi harga jual Iistrik PGE, dikarenakan structure cost yang membentuk harga jual Iistrik tersebut tidak akan berubah.

Dalam pengusahaan panas bumi, saat ini PGE jauh Iebih efisien dibanding dengan pengusahaan panas bumi yang dilakukan oleh PLN. Salah satunya adalah terkait dengan Geothermal Drilling Unit Cost (GDUC), dimana GDUC PGE jauh Iebih efisien dibanding PLN, sehingga tindakan pengambilalihan PGE oleh PLN tidak akan membuat harga jual Iistrik PGE menjadi Iebih murah.

Dan, terkait dengan harga energi panas bumi, menindaklanjuti Pasal 22 UU N0. 21 Tahun 2014, konsep harga energi panas bumi yang akan diberlakukan oleh Pemerintah adalah feed in tariff dengan konsep fixed tariff.

Dalam hal yang menjadi dasar pertimbangan pengambilalihan tersebut adalah dalam rangka meingkatkan daya saing badan usaha Pemerintah dalam persaingan penguasaan Wilayah Kerja Panas Bumi di Indonesia, maka hal tersebut juga bukanlah dasar pertimbangan yang tepat, mengingat dalam Pasal 28 UU No.21 Tahun 2014 diatur bahwa Pemerintah dapat menugasi BUMN untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi panas bumi (tanpa proses lelang). Dengan demikian tanpa pengambilalihan PGE oleh PLN, maka saat inipun penugasan tersebut sudah mempunyai dasar hukum dan dapat segera dilaksanakan.

“Akuisisi berpotensi menjadi pembuka pintu bagi pihak lain untuk meminta kapemilikan saham di PGE sehingga berpotensi menghambat kegiatan operasional PGE,” tutup Noviandri. (Pam)

LEAVE A REPLY