Kelanjutan Proyek Gas Masela Tetap Dikelola Inpex

0
130
Share on Facebook
Tweet on Twitter

Tokyo, www.geoenergi.co.id – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke Jepang telah menyelesaikan kunjungan kerja ke Jepang sejak Senin (16/10) hingga Rabu (18/10). Salah satu hasil penting adalah kelanjutan pengembangan Blok Masela yang merupakan hasil pembahasan dengan CEO Inpex Corp, Toshiaki Kitamura, di Tokyo, Jepang.

Hasil pembahasan membuahkan 3 keputusan yaitu pertama, Pemerintah tetap meminta Inpex untuk mengembangkan LNG di darat sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo. Kedua, Pemerintah akan memberikan perpanjangan 20 tahun kepada Inpex ditambah dengan 7 tahun sebagai kompensasi atas perubahan pengembangan kilang LNG dari skema terapung menjadi darat. Dan ketiga, Pemerintah memberikan keleluasaan kepada Inpex untuk memilih sendiri lokasi tempat pembangunan kilang LNG darat tersebut.

“Keputusan terkait Inpex ini, akan memberikan perpanjangan 20 tahun kepada Inpex karena sudah hampir habis masa kontraknya. Ditambah dengan 7 tahun sebagai kompensasi mengubah skema pengembangan kilang terapung menjadi kilang darat,” tuturnya seusai bertemu dengan Toshiaki Kitamura.

Saat ini, Inpex sedang melakukan kajian prapendefinisian proyek atau pre front end engineering design (pre-FEED) setelah menerima surat perintah kerja dari SKK Migas. Pasca kunjungan Menteri ESDM ke Jepang pada 16 Mei 2017, telah disepakati bahwa pre-FEED dilakukan dengan satu opsi kapasitas produksi dan satu pulau. Adapun, pada surat perintah disebutkan bahwa kapasitas kilang LNG ditetapkan 9,5 mtpa dan produksi gas pipa sebesar 150 mmscfd. Pra-FEED akan menjadi tahapan penting untuk memformulasikan revisi rencana pengembangan lapangan (PoD). Seperti diketahui, sebelumnya revisi PoD dilakukan untuk menambah kapasitas produksi LNG ketika masih menggunakan skema kilang terapung.

Blok Masela yang ditandatangani tahun 1998 dikelola oleh Inpex sebagai operator dengan kepemilikan saham 65% dan Shell Upstream Overseas Services sebesar 35%. Pemerintah Indonesia berharap agar Inpex bisa segera memulai proyek lapangan gas tersebut.

Sementara itu dalam pertemuan dengan LNG Japan Corporation, Menteri Jonan menyampaikan bahwa kebijakan pembelian gas Indonesia utamanya dengan jangka waktu kontrak lebih lama dengan volume tetap. “Bapak Menteri menyampaikan bahwa kita sebisa mungkin menghidari spot cargo, Pertamina diminta untuk berdialog lebih detail terkait pembelian gas ini. Selain itu, kebijakan utama gas Indonesia itu diutamakan untuk pemenuhan dalam negeri, sisanya untuk baru ekspor,” ungkap Dadan Kusdiana, Kepala Biro Komunikas, Layanan Informasi dan Kerja Sama Kementerian ESDM.

Masih terkait dengan pertemuan dengan LNG Japan Corporation, Menteri ESDM meminta agar dilakukan diskusi lebih detail dengan SKK Migas untuk penurunan cost pada proyek LNG Tangguh. Demikian halnya untuk LNG Benoa, bahwa harga untuk pengapalan saat ini sangat mahal, agar usaha-usaha penurunan harga segera dilakukan.

Saat bertemu dengan Tokyo Gas hari, pihak Tokyo Gas meminta dukungan Pemerintah Indonesia atas study LNG di Sulawesi termasuk dukungan agar peraturan perundangan di Indonesia dapat mendorong bisnis gas tersebut. Saat ini Tokyo Gas, sedang melakukan study pembangunan LNG di Sulawesi dan berkomitmen untuk mempercepat penyelesaian study tersebut.

“Tokyo Gas rencananya akan membangun LNG di Indonesia, sedang dilakukan study untuk di Sulawesi. Saat ini bersama dengan Pertamina, mereka sedang menjalankan proyek pembangunan LNG Bojonegara, Banten. Pada pertemuan dengan Tokyo Gas, Bapak Menteri kembali menekankan pentingnya efisiensi,” tambah Dadan.

Menteri Jonan juga menyampaikan kepada Tokyo Gas agar jual beli LNG atas gas sebaiknya kontrak jangka panjang. Selain itu, pengusahaan gas jangan hanya sampai membangun infrastruktur gas saja, tetapi sekaligus pembangunan pembangkit listrik. “Tantangannya adalah transportation cost yang mahal untuk wilayah Indonesia Timur. Agar biaya lebih efisien dan murah, Bapak Menteri meminta agar pembagunan pembangkit listrik dilakukan di dekat sumber energinya, di mulut sumur. Kebijakan gas Indonesia itu diutamakan untuk pemenuhan dalam negeri, sisanya untuk ekspor,” ujar Dadan. (pam)

LEAVE A REPLY