Pengenaan Cukai pada Kemasan Plastik Lemahkan Daya Saing

0
391
Share on Facebook
Tweet on Twitter
foto: istimewa

Cikarang, www.geoenergi.co.id – Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai mengunjungi industri kemasan plastik PT Berlina Tbk. di KawasanIndustri Jababeka, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (6/2), menegaskan bahwa rencana pengenaan cukai pada kemasan plastik akanmelemahkan daya saing dan menurunkan pertumbuhan industri nasional. Padahal, sektor manufaktur tengah dipacu untuk mendongkrak perekonomian Indonesia melalui penerimaan devisa negara danpenyerapan tenaga kerja, untuk mendorong pemerataan bagi kesejahteraan masyarakat.

“Kalau cukai naik, industri bisa tergerus. Ini tentu mengkhawatirkan. Rumus ekonominya, jika ada pembebanan yang membuat harga lebih tinggi, permintaan akan turun, terutama untuk industri makanan dan minuman,” paparnya.

Menurut Menperin, peraturan pengenaan cukai tersebut berlawanan dengan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat untuk mengoptimalkan kinerja industri dalam negeri. “Industri makanan dan minuman,salah satunya yang akan sangat terdampak karena butuh plastik sebagai wadah pengemasan,” tuturnya.

Airlangga menyebut, sektor pangan, yang selama ini menjadi motor pertumbuhan industri nonmigas,diprediksi terhambat di tahun 2017. “Pada triwulan III tahun 2016, kinerja industri makanan dan minuman tumbuh 9,8 persen, hampir dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya

Kementerian Perindustrian mencatat, terdapat empat subsektor industri yang memberikan kontribusi paling besar terhadap pertumbuhan industri nonmigas pada triwulan III tahun 2016, yaitu industri makanan dan minuman sebesar 33,61 persen, industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik sebesar 10,68 persen, industri alat angkutan sebesar 10,35 persen, serta industri kimia, farmasi, dan obat tradisional sebesar 10,05 persen.

Sementara itu, Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Gati Wibawaningsih meminta pengenaan cukai plastik ditunda pada 2017. Pengenaan cukai dianggap akan menjadi beban berat bagi pengembangan daya saing IKM nasional.

“Kami terus berupaya menggenjot pertumbuhan IKM di dalam negeri. Namun pengenaan cukai ini,dinilai berpotensi mengganggu laju pertumbuhan sektor mayoritas dari populasi industri di Indonesia tersebut,” paparnya. Apalagi, pemerintah tengah gencar memacu kinerja IKM untuk menopang kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Gati menuturkan, dengan kondisi ekonomi yang mulai stabil pada saat ini seharusnya bisa menjadi peluang bagi IKM untuk tumbuh signifikan. “Kalau bisa ditunda, biar IKM-nya siap dulu. Anggaplah penundaan pengenaan cukai plastik ini sebagai insentif bagi IKM. Jangan terus digerogoti,” ungkapnya.

Di sisi lain, Forum Lintas Asosiasi Industri Produsen dan Pengguna Plastik (FLAIPPP) yang terdiri atas 17 asosiasi menolak wacana pengenaan cukai atas plastik kemasan. Sebab, kebijakan ini kontraproduktif dan salah sasaran, serta berpotensi merugikan konsumen, menurunkan daya saing industri, pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, serta penerimaan negara.

“Sebagai forum yang mewakili ribuan pelaku industri terkait plastik, mulai dari produsen, pengguna, hingga industri daur ulang plastik, kami melihat kebijakan cukai bukanlah solusi tepat bagi masalah sampah, khususnya sampah plastik kemasan yang sering diposisikan sebagai sumber permasalahan sampah di Indonesia,” ujar perwakilan FLAIPP Rachmat Hidayat.

Selain salah sasaran, dia menegaskan, pengenaan cukai ini justru akan membawa banyak sekali dampak negatif bagi upaya Pemerintahan Presiden Jokowi mendorong pertumbuhan ekonomi, investasi, dan mengejar pemerataan ekonomi rakyat. (Pam)

LEAVE A REPLY