Tambang Runtuh di India 9 Orang Tewas

0
257
Share on Facebook
Tweet on Twitter

Bhubaneswar, www.geoenergi.co.id – Sedikitnya sembilan orang tewas dan sekitar 24 dua orang terjebak saat limbah tambang runtuh di lapangan pertambangan batu bara yang dikelola oleh perusahaan negara, Coal India Limited, Jumat (30/12). Peristiwa itu dinilai mengganggu produksi batu bara terbesar di negara tersebut.

Kecelakaan kerja tersebut terjadi di negara bagian Jharkhand pada Kamis malam di tambang Lalmatia yang dimiliki oleh Eastern Coalfields Limited (ECL), sebuah anak perusahaan tambang terbesar di dunia. “Sejauh ini, sembilan jasad telah ditemukan,” ujar General Manager di kantor ECL Project, R.R. Amitabh kepada Reuters.

Sebuah operasi penyelamatan sedang berjalan dan jumlah pasti pekerja yang terjebak di dalam tambang yang runtuh tersebut masih belum bisa dipastikan. Coal India memiliki catatan keselamatan yang buruk, dengan 135 kali kecelakaan kerja yang dilaporkan tahun lalu, menewaskan sebanyak 37 orang dan melukai 141 orang lainnya.

“Operasi penambangan di distrik Godda yang berjarak sekitar 280 kilometer dari ibu kota negara bagian, Ranchi, sudah dihentikan,” ujar Amitabh.

Tambang tersebut memiliki kapasitas produksi tahunan mencapai 17 juta ton dan menyumbang sekitar separuh produksi batu bara ECL. Bulan lalu, ECL menghitung telah memproduksi sebesar sembilan persen dari total produksi batu bara India yang mencapai 50 juta ton.

Juru bicara kepolisian negara bagian, R.K. Mullick mengatakan, limbah tambang ditumpuk dekat dengan goa masuk. “Saat peristiwa terjadi, sekitar 40 orang sedang bekerja di dalam tambang dan beberapa dari mereka berusaha menghindar. Beberapa di antaranya mengalami luka-luka,” ujar Mullick.

Dengan perhitungan jumlah batu bara mencapai sekitar 70 persen dari pembangkit listrik, India menjadi negara terbesar ketiga sebagai produsen dan pengimpor bahan bakar. Pemerintah ingin mendorong produksi dalam negeri untuk memotong besaran impor. Bagaimanapun, Coal India sudah gagal untuk memenuhi target produksi dalam beberapa tahun akibat sejumlah alasan seperti serangan, kecelakaan, dan aksi protes. (Ant/Pam/foto: ist)

LEAVE A REPLY