Investasi Lebih Kompetitif dengan Revisi PP No 79 Tahun 2010

0
217
Share on Facebook
Tweet on Twitter

Jakarta, www.geoenergi.co.id – Pemerintah memandang perlu untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 Tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Hal itu dikarenakan selama periode 2011–2014, terjadi trend penurunan jumlah wilayah kerja yang diminati oleh investor walaupun dalam periode itu harga minyak rata-rata bertahan pada angka di atas US$100/bbl. Selain kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas juga cenderung mengalami penurunan yang disebabkan oleh ketidakpastian memperoleh kembali modal yang sudah dibelanjakan pada masa eksplorasi tersebut.

Selain alasan tersebut di atas, Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam konferensi Pers Revisi PP 79 Tahun 2010 di Kementerian Keuangan, mengatakan posisi Indonesia di dalam kegiatan eksplorasi minyak dari sisi efisiensi, dari sisi jumlah sumur dan dari sisi biaya untuk melakukan eksplorasi Indonesia masih dalam posisi yang kurang kompetitif.

“Pada saat harga minyak sangat tinggi produksi minyak di Indonesia tidak meningkat. Jadi, ada sesuatu yang menimbulkan pertanyaan mengenai kebijakan dari sisi insentif maupun bagaimana pemerintah memperlakukan kegiatan eksplorasi di industri hulu migas ini,” ujar Sri Mulyani.

Lanjut Sri Mulayani, Pemerintah bersama-sama telah melakukan beberapa kajian mengenai PP No. 79 Tahun 2010. Tujuannya adalah sangat jelas bagaimana Indonesia menciptakan suatu lingkungan yang kompetitif, seperti yang disampaikan Bapak Presiden Republik Indonesia di berbagai kesempatan. “Revisi PP ini bertujuan untuk meningkatkan investasi migas yang bisa menggunakan sumber daya secara baik, secara efisien dan secara adil dan ini yang perlu di formulasikan dalam revisi PP 79 tahun 2010,” tegasnya.

Dari berbagai situasi yang kita lihat dari tahun 2007 sampai dengan sekarang faktor-faktor penurunan dari kegiatan hulu ini tercermin dari jumlah produksi minyak mentah Indonesia yang menurun, bahkan pada tahun 2016 ini dari 800.000 barel/ hari menjadi 480.000 barrel/ hari pada tahun 2020.

“Kondisi itu apabila tidak dilakukan kebijakan di dalam meng-address isu di hulunya artinya penurunan itu sudah pasti terjadi tidak hanya faktor sumurnya yang tua akan tetapi tidak adanya kegiatan eksplorasi yang baru yang menyebabkan kemungkinan munculnya kemungkinan terjadi produksi minyak mentah Indonesia. Perbaikan iklim investasi disektor hulu ini menjadi sesuatu yang sangat urgent,” kata Sri Mulyani.

Sedangkan menurut Plt Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Luhut Binsar Pandjaitan, Pemerintahan sekarang ingin membuat lebih banyak efisiensi-efisiensi di segala bidang sehingga menarik investor. “Dengan IRR 15,16% itu tentu akan membuat investor tertarik menanamkan investasinya di Indonesia,” ujar Luhut.

Luhut melanjutkan, “Pemerintah akan melakukan studi seismic yang diharapakan akan berjalan tahun depan yang akan disiapkan oleh Prof Wirat sehingga dengan demikian kita akan bisa melihat potensi-potensi minyak dan gas kita lebih banyak. Karena kita masih yakin potensi migas kita masih berkisar 100 milyar barel dan kita berharap jika nanti kita akan mendapatkan data-data lebih bagus itu akan lebih memudahkan kita untuk menawarkan kepada investor-investor.”

LEAVE A REPLY