PHE WMO: Atasi Krisis Dengan Inovasi

0
231
Share on Facebook
Tweet on Twitter

Jakarta, www.geoenergi.co.id – Krisis harga minyak di pasar dunia sejak pertengahan 2014 silam, hingga kini masih melilit semua perusahaan minyak dan gas bumi (migas) yang bergerak di bidang hulu. Tidak ada seorangpun, baik praktisi maupun akademisi mampu memprediksi dengan jitu, bila kondisi itu akan berlalu. Hal tersebut, tidak hanya menggerus revenues dan anggaran korporasi pelaku industri hulu migas, tetapi juga menghambat langkah-langkah pertumbuhan ekonomi dunia. Dalam konteks dimaksud, PT Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diamanatkan untuk mengelola sumber energi milik bangsa, baik migas maupun energi baru terbarukan, harus smart menghadapi situasi saat ini. Karena, kekeliruan sekecil apapun dalam menyusun strategi serta mengeksekusi setiap rencana kerja, akan berdampak signifikan pada upaya mengejar target selaku penyedia serta penjaga ketahanan energi nasional. Menyadari keadaan yang sedang terjadi, Direktorat Hulu Pertamina (Dit. Hulu) yang membawahi portofolio usaha Pertamina di sektor hulu energi, khususnya migas dan geothermal (APH) mewanti-wanti seluruh jajarannya supaya secara cermat melakukan kalkulasi, simulasi, dan kreatif mencari berbagai alternatif proyeksi dalam menyusun rangkaian langkah-langkah implementasi Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RK/RAB).

“Dinamika perkembangan harga minyak merupakan faktor eksternal, diluar kontrol korporasi manapun. Improvement and innovation menjadi kunci perusahaan agar tetap survive and sustainable growth,” kata Direktur Hulu, Syamsu Alam dalam berbagai kesempatan.

Oleh karenanya, tambah Alam, upaya mencari berbagai alternatif terobosan dan inovasi untuk meningkatkan efisiensi operasi harus terus dipacu, baik terkait dengan produksi maupun dalam memperbanyak temuan cadangan baru. Hal tersebut, perlu dirancang secara terintegrasi dan saling mendukung antar APH, karena sebagian besar aset yang dimiliki Pertamina berupa mature fields. Ambil contoh, PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO).

Blok migas yang berlokasi di kawasan lepas pantai Kabupaten Gresik dan Kabupaten Bangkalan (Jawa Timur) tersebut, saat ini memiliki tingkat natural decline rate mencapai 50 persen per tahun. Meski demikian, tampilan kinerja produksi PHE WMO masih layak dipandang. Sebab, fakta angka-angka produksi sepanjang 2016 menunjukkan bukti bahwa kinerja PHE WMO mampu melebihi target yakni sebesar 9.430 barel minyak per hari (BOPD) atau 100,8 persen dari target RK (9.360 BOPD). Seirama dengan produksi minyak, capaian produksi gas PHE WMO pada 2016 mencapai 103,25 juta kaki kubik gas perhari (MMSCFD) atau 100,6 persen dari target RK sebesar 102,6 MMSCFD.

Hasil tersebut bisa diraih karena penerapan langkah-langkah strategis yang dilakukan manajemen, di antaranya lewat upaya mengoptimalkan produksi dari lapangan existing dengan kebijakan debottlenecking fasilitas produksi dan lowering pressure. Selain itu, diterapkan juga reservoir management yang terpadu untuk menahan laju penurunan alamiah (natural declain) produksi. Selanjutnya, dilakukan langkah-langkah untuk mensinergikan pekerjaan workover & well service dengan kegiatan optimasi fasilitas produksi menjadi kunci tercapainya target produksi PHE WMO pada 2016. Kemudian, manajemen PHE WMO juga dengan gencar serta telaten melakukan analisis data geologi dan geofisika (G & G) hasil pengeboran, mencari potensi zona-zona baru untuk dibuka, terutama di PHE 40A. Upaya ini berhasil memberikan tambahan produksi sebesar 200 BOPD.

Di samping itu, kehandalan fasilitas produksi juga sangat mempengaruhi performa produksi. Untuk itu kegiatan maintenance juga menjadi fokus perhatian. PHE WMO memiliki jaringan pipa produksi 3 fase sehingga memerlukan close monitoring agar produksi minyak dan gas tetap optimal dengan meminimalisir slugging dan back pressure effect. Dengan cara menurunkan black pressure, maka sumur yang tekanan reservoirnya rendah masih bisa mengalirkan minyak. “Tidak hanya sampai di situ, kehandalan engineers PHE WMO kembali terbukti lewat inovasi modifikasi fasilitas pemograman air di PHE 30A sehingga secara signifikan dapat meningkatkan produksi PHE 30 mencapai sekitar 1.000 BOPD,” jelas Sri Budiyani, General Manager PHE WMO. Keandalan kreatifitas para engineer PHE WMO dalam menciptakan berbagai inovasi guna mengatasi berbagai kendala kegiatan produksi, dibuktikan melalui keberhasilan mereka ketika meraih tiga peringkat kriteria Platinum (penghargaan tertinggi) dalam ajang sharing inovasi tahunan UIIA 2016 di Yogyakarta.

Capaian lain dalam skala nasional dan cukup mem­banggakan Pertamina (Persero) adalah berhasilnya PHE WMO mendapatkan penghargaan PROPER EMAS dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, pada 7 Desember 2016 lalu. Lewat perolehan tersebut membuktikan komitmen perusahaan dalam pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar daerah operasi juga menjadi fokus utama. Sebagai warga korporasi yang baik (good corporate citizenship), PHE WMO senantiasa berikhtiar meningkatkan kualitas kehidupan yang harmonis dengan pemangku kepentingan, terutama masyarakat di wilayah yang bersinggungan dengan aktivitas operasi PHE WMO. “Berbagai program terkait pengelolaan lingkungan, baik fisik maupun sosial secara terpadu dan berkelanjutan di wilayah operasi PHE WMO terus ditingkatkan, antara lain program konservasi air, efisiensi energi, pengelolaan kualitas udara (emisi), pengolahan limbah, dan perlindungan keanekaragaman hayati,” urai Budiyani.

Lebih lanjut ia mengatakan, PHE WMO juga berperan aktif dalam pemberdayaan masyarakat (community empowerment) melalui program pengembangan masyarakat (community development), yang merupakan bagian dari kebijakan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR).(pam/foto: PHEWMO)

LEAVE A REPLY